Sabtu, 21 Desember 2013
Jumat, 22 November 2013
STREET LEVITATION: SENI DIUTAMAKAN, MATERI BELAKANGAN
Sejak dulu, Kota Tua merupakan tempat wisata sejarah yang sering
didatangi wisatawan. Mereka tidak hanya melakukan perjalanan sejarah, melainkan
melakukan wisata kuliner yang ada di sentral Jakarta itu. Kini, lingkungan
sekitar Kota Tua telah disulap menjadi kawasan seni dari berbagai macam jenis.
Pengunjung dimanjakan dengan atraksi unik di berbagai sudut jalan. Di
depan Museum Fatahilah, pengunjung bisa menemui atraksi manusia api dan atraksi
menghebohkan lainnya. Tak jarang orang berkerubung untuk mengabadikan foto
atraksi unik itu. Bergeser sedikit ke arah kiri Museum Fatahilah, kerumunan
semakin banyak. Ternyata ada sebuah atraksi melayang di atas tanah. Mereka
menamakan dirinya sebagai Street Human
Levitation.
Perhatian penonton langsung menuju ke arah orang yang sedang melakukan
aksi uniknya itu. Ia tengah duduk tanpa alas sambil membaca koran. Beberapa
menit kemudian, ia langsung berganti posisi dengan mengangkat kedua kakinya
sambil melayang di atas tanah. Penonton langsung mendekat untuk mencari tahu.
Adalah Jim, orang yang sedang melakukan aksi tidak biasanya itu. Ia
merupakan salah satu penggagas dari adanya Street
Human Levitation.
Ternyata, Komunitas Street Human
Levitation ini bermula dari the street art. Pada awalnya, ada street art
yang bernama humanoid manusia patung yang biasanya ada di Kota Tua juga. Karena
terkesan biasa, street human levitation hadir agar penonton bisa tertarik
memerhatikan aksi mencenangkannya itu.
“Kita ingin menampilkan sedikit trick dari the street art agar orang lebih suka. Dari terbentuknya Street Human Levitation, munculah
crowdeed dan euphoria,” ungkap Jim Akay (29) saat setelah melakukan aksi
melayangnya itu.
Jim bersama kedua temannya menjadi penggagas dari ide adanya human
levitation ini. Mereka juga yang sering membuat konsep trick untuk street art
itu sendiri. Mereka konsisten dalam memberikan hiburan jalanan untuk
pengunjung. “Daripada hiburan kurang positif, lebih baik hiburan unik yang bisa
berdampak positif juga,” ungkap Jim.
Pertunjukan di panggung tentu berbeda dengan pertunjukkan jalanan.
Teknik-teknik dalam pertunjukan yang ada di panggung masih bisa disiasati
karena jarak penonton dan atraktor yang jauh. Lain hal dengan pertunjukan jalanan.
Jarak antara penonton dan atraktornya bisa hanya dua meter. Karena street art
melakukan pertunjukan di jalan, Jim dan kawan-kawan terus mencari celah lubang
supaya penonton tetap tidak bisa memahami apa yang sedang mereka lakukan.
Jim sering membawa ide segar untuk komunitasnya ini. Setelah Street Human Levitation ini sudah menjamur di daerah Eropa maupun India, Jim dan
teman-temannya membawa hal baru di Indonesia ini. Mereka mengkombain pakaian
dengan kostum tokoh Indonesia dan segala hal yang berbau Indonesia.
Pertunjukkan yang tidak jarang menarik perhatian penonton ini baru
dilakukan di lingkungan Kota Tua. Kota Tua dipilih menjadi tempat
yang tepat sebagai lokasi untuk latihan, berkumpul, dan pertunjukkan. Setiap
Jumat-Sabtu-Minggu, pengunjung Kota Tua akan dikejutkan dengan atraksi melayang
di atas tanah oleh Street Human
Levitation ini. Sampai sekarang, ada empat orang berbeda yang melakukan
aksi melayang itu.
Saat melayang di tengah kerumunan, pengunjung tak jarang
menemui karakter yang berbeda-beda. Kalau hari Sabtu pengunjung melihat Michael
Jackson sedang melayang, hari Minggu pengunjung bisa melihat karakter yang lain
lagi. “Kadang kami menggunakan pakaian casual, maupun pakaian kantor. Kalau
meniru tokoh, kami sering ambil Michael Jackson dan Pangeran Diponegoro,”
ungkapnya.
Ada yang unik dari komunitas ini. Meskipun aksinya
kadangkala menyita waktu, Street Human
Levitation lebih mengutamakan untuk terus menggali keunikan dari karyanya
dibanding memikirkan materi. “Dalam street levitation ini, lebih baik terus
gali hal baru dan unik dibanding konsentrasi dengan materi. Nanti uang juga
datang sendiri,” katanya. Gelas aqua tempat pengunjung menaruh duit pun tak
jarang terisi penuh. Menurut Jim, kalau ada ide yang beda, maka orang bakal
datang dan mencarinya dengan sendiri.
Penghasilan dalam sehari tidak terlalu dikalkulasikan oleh Jim dan
kawan-kawan. “Sebenarnya nominal habis untuk materi sendiri, seperti makan,
beli rokok, dan lain-lain,” akunya.
Namun, ia masih memiliki tantangan pribadi dalam setiap
aksinya, yakni interaksi dari penonton dan mental. “Kadang, teman sendiri
sampai tidak mengenali saya,” ungkap Jim.
Untuk ke depan, Jim masih terus berusaha memikirkan ide yang tidak terbayangkan orang lain. Ia pun turut berharap agar pusat wisata kota Jakarta
itu terus diramaikan oleh pengunjung. “Kalau saya berharap Kota Tua ini sendiri
lebih banyak yang datang. Euphoria ada, liburan murah, dan tidak komersil
juga,” tutupnya.
Deasy Amalia
Dok. SHL
Jumat, 18 Oktober 2013
GIVING PNJ, PERSEMBAHAN DARI MAHASISWA UNTUK KAMPUS TERCINTA
Tepat satu
bulan yang lalu (26 September 2013), Politeknik Negeri Jakarta (PNJ)
sukses meluluskan 1.500 mahasiswa tahun 2013, bertempat di Balairung
Universitas Indonesia. Namun, ada yang berbeda dengan
pelaksanaan wisuda tahun ini. Kali ini, wisudawan/wati tidak hanya menjadikan wisuda sebagai
ajang perayaan kelulusan,
tetapi juga memberi wujud nyata kepedulian kepada kampus tercinta dalam program
Giving PNJ.
Program Giving PNJ pertama kalinya digagas oleh Agus
Budiyanto selaku ketua umum BEM PNJ periode 2012-2013. Awal mula terbentuknya
program ini sendiri berasal dari kejenuhan penantian janji perbaikan
fasilitas ibadah Masjid Darul Ilmi (Daim), masjid Politeknik Negeri Jakarta,
yang sudah tidak layak. Menurut
Budi, pihak kampus sendiri tidak dapat memberi kepastian
kapan akan melakukan renovasi menyeluruh. Pemerintah pun tidak
menyiapkan anggaran pembangunan atau perbaikan khusus fasilitas ibadah.
“Sebenarnya kami bosan karena tidak ada perbaikan dari dulu. Saya
berpikir untuk menggunakan momen wisuda sebagai ajang kepedulian yang kemudian
kami namakan Giving PNJ. Sederhana aja. setidaknya
minimal satu orang menyumbangkan sepuluh ribu
pada praktiknya,”
ujarnya.
Menurut
Budi, dari jumlah wisudawan yang mencapai angka 1500 itu saja, bila dikalikan
Rp10.000 sumbangan sudah bisa mencapai Rp15.000.000. “Sebagai bentuk realisasi
dari Tri Dharma Perguruan Tinggi: Pengabdian pada Masyarakat. Maka sangat
dipertanyakan jika lulusan-lulusan PNJ tidak meninggalkan apa-apa bagi bagi
kampusnya. Kontribusi apa yang bisa kita berikan untuk kampus kita setelah 3-4
tahun kita keliah di PNJ?” tambahnya.
Masjid yang berdiri dari hasil swadaya masyarakat ini
memang jelas nampak kerusakannya. Bentuk bangunan yang terbuka membuat tempias air hujan
masuk ke dalam masjid. Belum lagi
genangan di sekitar masjid. Di
tempat wudhu,
baik pria dan wanita,
air keran untuk besuci tidak mengalir cukup bahkan sering mati. Toilet pria pun sering mampet, begitu pula dengan
toilet wanita sama memprihatinkannya. Dengan jumlah mahasiswa yang banyak, jama’ah
sholat jumat di Masjid Daim pun sampai tumpah ruah hingga ke luar pagar masjid serta selasar
jalan. Walau begitu keadaanya, Masjid Daim tetap menjadi primadona bagi
umatnya.
Ternyata,
gagasan sang Domisioner ketua Badan Eksekutif Mahasiswa PNJ ini pun diterima baik oleh sesama
wisudawan hingga civitas PNJ. Bahkan, para alumni pun turut memudahkan program Giving PNJ ini selama dalam proses
kegiatan. Banyak
beberapa alumni yang membatu secara khusus keberhasilan ini, seperti Adhi Indra
mahasiswa Jurusan
Teknik Grafika Penerbitan membebaskan seluruh biaya cetak buletin terkait Giving PNJ sebanyak seribu eksemplar serta amplop sumbangan. Tak hanya Adhi,
Dewo dari mahasiswa
Teknik Elektro
turut membantu
menyiapkan promosi di YouTube dengan
membuat montion graphic. Kerja sama yang baik ini membuahkan
hasil yang luar biasa.
Dengan
bantuan sosial media untuk memperkenalkan Giving
PNJ ini, sekejap respon baik diterima. Kemudian setelah perkenalan melalui
sosial media, Budi pun turut mengadakan briefing
dengan semua wisudawan untuk lebih menyukseskan program. Karena saat
briefing tersebut tidak semua wisudawan yang hadir, maka pada gladi bersih wisuda
publikasi lebih digencarkan, yaitu pemberian penjelasan tentang program Giving PNJ sendiri kepada seluruh
wisudawan.
Dalam praktiknya,
pelaksanaan pengumpulan dana terbilang sederhana. “Kami
memberikan amplop untuk mereka isi dan diserahkan saat wisuda,” terang Budi.
Walau masih terkendala dalam pengumpulan amplop yang
tertinggal, seluruh kegiatan acara pada wisuda kemarin berjalan lancer. terkumpul
dana sekitar 12.500.000,- dalam sehari. Bagi peserta yang belum sempat menyerahkan sumbangan
atau pihak lain yang ingin menyumbang, panitia pun masih menyediakan
kotak Giving PNJ di gedung Direktorat
PNJ.
Giving PNJ, sebuah persembahan dari mahasiswa
kepada kampus tercinta agar fasilitas dapat terbenahi lebih baik. Sebuah niat
mulia ini memang patut diacungkan jempol. Setelah kegiatan ini, Budi berharap agar Giving PNJ dapat menjadi sentilan bagi para
petinggi kampus agar mau berbuat mandiri lebih dari mahasiswanya. Semoga kegiatan ini dapat berlanjut
terus-menerus. “Kita bisa bayangkan 5-10 tahun ke depan PNJ akan makin baik
fasilitasnya. Bukan tidak mungkin semua fasilitas yang ada di kampus ini bisa
kita perbaiki dengan tangan kita sendiri,” tutupnya.
Teks: Bunga Padma Putri & Deasy Amalia
Foro: Dok. Giving PNJ
Rabu, 11 September 2013
Dari Ngeblog ke Bisnis Fashion
Bermodal ketertarikan tinggi pada dunia fashion yang dituangkan melalui blog, para fashion blogger ini tidak hanya berhenti sebagai blogger. Namun, mereka mampu merambah bisnis fashion. Bagaimana ceritanya?
Usia memang tidak pernah jadi penghalang bagi Evita Nuh, 14, untuk berkarya. Sejak berusia 9 tahun pun Chacha - sapaan akrabnya- sudah aktif ngeblog soal bidang yang membuatnya paling tertarik, yaitu fashion. Sejak itu, Chacha seolah menjadi salah satu fashion blogger termuda di Indonesia yang memiliki banyak penggemar. Pada usia 12 tahun, majalah Marketeers memasukkan namanya dalam daftar 100 anak muda paling berpengaruh di Indonesia.
Sementara komunitas penulis fashion TongueChic.com juga menyebut Evita sebagai salah satu blogger fashion paling bersinar (Fashion Brights Under 16). Blog Chacha www.http://jellyjellybeans. blogspot.comditulis dalam bahasa Inggris.
"Blog pertama yang aku buka adalah blog soal fashion. Dari situ aku langsung ingin membuat fashion blog," tutur Chacha. Seorang fashion blogger tentu dituntut memiliki selera mode yang sangat baik (atau unik) dan selalu menjadi trendsetter.
Itulah Chacha, gadis yang gemar sekali melakukan eksperimen mix and match dengan berbagai pakaian maupun aksesori. Dalam kesehariannya, Chacha bisa sangat boyish dan sebaliknya, supergirlie. "Bergantung mood saja," ujar gadis yang mengidolakan sang nenek itu. Bagi Chacha, fashion adalah cerminan diri.
Fashion juga jadi suatu kebutuhan karena bukan sekadar pakaian, melainkan cara untuk mengekspresikan individualitas. "Fashion tak ubahnya kartu nama yang diberikan kepada seseorang untuk memberi tahu identitas diri. Hanya, lewat fashion kita tidak repot menyodorkan kartu," ujarnya.
Label Little Nuh lahir dengan kolaborasi antara Chacha dan kakak sepupunya yang lulus dari sekolah mode. Inspirasinya adalah kesulitan anak-anak seusia Chacha untuk bisa tampil fashionable. "Dulu aku buat Little Nuh karena selalu berpikir bahwa pakaian untuk anak seusiaku amat jarang. Kalau tidak terlalu kekanak-kanakan, pasti terlalu dewasa. Jadi, Little Nuh aku buat untuk mengisi ruang kosong tersebut," bebernya.
Lewat blognya pula Chacha bahkan mendapat email dari penulis film naskah dan cerita film 10 Things I Hate About You yang kebetulan membaca blog miliknya. ”Aku sangat suka film itu, bahkan sampai hafal dialognya," katanya.
Hal terbaik yang dia rasakan sebagai fashion blogger adalah mengenal banyak orang baru dan bertemu dengan orang-orang yang aku kagumi. "Hal yang paling menyenangkan, banyak orangtua yang menganggap aku sebagai role model untuk anak-anak mereka," tuturnya.
Menjadi seorang fashion blogger memang tidak memandang usia. Dari anak muda sampai orang blog pribadi. Seperti Diana Rikasari yang begitu cinta pada fashion, menulis, dan fotografi. Sejak 2007, gadis kelahiran 23 Desember 1984 ini merasa blog adalah media yang tepat untuk memfasilitasi tulisan dan foto-fotonya. "Playful"dan "colorful"adalah style yang menggambarkan keseharian Diana.
dewasa pun bisa mengekspresikan gaya mereka melalui
Dia mengaku tidak memiliki patokan orang tertentu dalam hal fashion. Semua bergantung mood dan hasil eksperimennya. Hobi ngeblog dan kecintaannya terhadap fashion membuat Diana memutuskan untuk terjun ke industri fashion. Dia pun menggarap dua merek sepatu sekaligus, yaitu UP (www.iwearUP.com) yang fokus pada sepatu wedges dan heels serta POP FLATS (www.popflats.co) khusus untuk flat shoes. Diana juga menggunakan blognya untuk mempromosikan kedua lini sepatunya itu. "Yang penting itu konsisten dan jujur," ungkap Diana saat diwawancara melalui surat elektronik.
"Aku itu ngeblog dari hati, jadinya enggak beban dan enggak pernah bosan. Malah rasanya ada yang kurang kalau aku enggak ngeblog dalam sehari. Intinya sih apa yang kita tulis juga harus jujur, agak personal, supaya tulisan dan blog kita juga punya karakter yang khas," katanya.
Menurut Diana, seorang fashion blogger dapat memberikan pengaruh besar pada dunia fashion. Mengapa? Sebab, fashion blogger adalah real people yang lebih relatable sehingga lebih relevan ketimbang model yang ada di majalah-majalah. Fashion blogger, lanjut Diana, juga cukup membantu dalam hal mempromosikan fashion Indonesia. Banyak hal yang didapat Diana menjadi fashion blogger. Salah satunya, diundang ke Paris Fashion Week.Dia sama sekali tidak menyangka bisa mendapat kesempatan langka itu.
Di sana dia bertemu dengan idolanya, editor fashion majalah Vogue Inggris Anna Wintour serta Anna Dello Russo, editor-at-large majalah Vogue Jepang. Sebagai fashion blogger, Diana mendapatkan banyak apresiasi dari orang lain. Bahkan, "personal style"-nya juga lebih dihargai publik. Diana juga tidak lagi merasa dianggap remeh dan dianggap sekadar "aneh" atau cari perhatian karena personal style Diana yang memang terbilang "unik". "Mendapat apresiasi itu sangat berharga lho rasanya," tambah Diana.
Diana dan Chacha sudah memiliki clothing line sendiri, sementara Clara Devi adalah fashion blogger muda yang juga sedang mengejar hal yang sama. Tahun depan, dia berencana merilis lini fashion yang menjadi ciri khasnya, klasik, preppy vintage, dan sedikit bercampur dengan grunge/mod culture.
"Passion saya adalah menulis dan fotografi vintage. Bedanya, saya lebih tertarik mengulas budaya masa lalu. Baik dari musik, desain, maupun fashion. Mungkin karena terbiasa menulis posting yang berisi foto personal saya di blog sehingga orang-orang mengasosiasikan saya dengan sebutan fashion blogger," ujar pemilik blog http://lucedale.co ini.
Kini, sudah lebih dari empat tahun Clara menekuni dunia blog. Dia bekerja sebagai junior creative planner di sebuah agensi Jepang dan sedang mengerjakan beberapa proyek yang berkaitan dengan advertising di Singapura dan Tokyo. Bagi Clara, blog adalah sebuah portofolio yang mendokumentasikan karya-karyanya dalam bentuk digital yang dapat meningkatkan nilai kredibilitasnya. Seorang fashion blogger pasti memiliki pandangan tersendiri terhadap semua perkembangan fashion yang sedang terjadi. Begitu pun dengan perkembangan fashion di Indonesia saat ini yang memang terlihat amat pesat.
Menurut Chacha, jumlah fashion blogger yang ada sekarang ini tak terhitung. Begitu juga jumlah label indie yang sangat banyak seiring dengan maraknya desainer-desainer muda. "Itu merupakan indikasi bahwa fashion Indonesia sudah jauh berkembang," ujar Chacha.
Dulu, dia melanjutkan, label luar selalu dianggap keren. Namun, sekarang justru sebaliknya. Banyak anak muda yang bangga dan memilih karya desainer lokal muda yang biasanya masih orisinal dan jauh dari kesan komersial. Diana pun berpikir sama. Dia berpendapat bahwa fashion di Indonesia saat ini sudah semakin seru dan bagus. Banyak juga pemain baru yang mulai terjun dalam bidang ini.
"Pelan-pelan DNA fashion di Indonesia jadi lebih kuat. Semoga hal tersebut bisa diiringi oleh kualitas yang juga membaik," harapnya.
Meski demikian, Diana mengakui bahwa masih ada gap antara daerah Jawa dan kota-kota besar lainnya. Clara menambahkan, bisnis di dunia fashion sangat menarik. Entah dalam hal clothing ataupun media. "Counter-culture selalu memberikan warna yang segar dan saya lebih cenderung melihat dengan adanya internet sekarang perkembangan bisnis fashion jadi sangat terbantu," ujarnya.
Sabtu, 01 Juni 2013
Sosok Pemimpin Mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta, Agus Budianto
Agus Budiyanto. Siapa tak kenal mahasiswa Jurusan Akuntansi kelahiran 3 Agustus 1992 ini? Pria Jawa yang menjelma menjadi sosok Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Politeknik
Negeri Jakarta (PNJ) ini ternyata punya hal menarik untuk ditelisik. Mulai dari
Budi kecil ‘jail’ hingga perjalanan panjang mencari jati diri tentang sebuah
arti yang mengantarkannya memangku jabatan sebagai pemimpin para mahasiswa.
Putra pertama
pasangan Haryanto dan Fatikah yang lahir di Tegal hampir 21 tahun lalu ini
ternyata punya kebiasaan jail semasa kanak-kanak. Budi – begitu ia disapa –
pernah suatu hari melukai matanya sendiri karena petasan yang ia pasang di dalam selokan
tak kunjung meledak, petasaan tersebut baru meledak ketika ia melongok ke dalam
selokan. Dia juga pernah berurusan dengan pemuda yang tengah bermain karambol
hingga mendapat pukulan karena ternyata salah satu pemuda tersebut sedang
mabuk. Kakak dari Diantika Putri ini juga pernah merubuhkan susunan piramida
jeruk di pasar, karena jeruk bagian bawah sebagai pondasi ia tarik ketika
menemani ibunya yang tengah berbelanja.
Budi kecil
yang tumbuh menjadi remaja tanggung pun tak luput dari kenakalan remaja, pernah
bergaul dengan lingkungan yang kurang tepat, namun beruntung hal itu tidak berpengaruh
terhadap nilai akademiknya terbukti ia mampu masuk ke sekolah menengah favorit SMA 2 Cibinong.
Semasa SMA, ia menemukan kelompok pertemanan baru yang membawanya menjadi salah satu personil BAH Band (Burn After Hear Band) menjadi penabuh drum, loncat ke vocalis, hingga menjadi gitaris. Popularitas Bah Band terbukti dengan berbagai prestasi dan lagu mereka yang menjadi hits dikalangan remaja, terutama single dengan lirik berbahasa inggris yang diciptakan Budi. Kesuksesannya bersama Bah Band ternyata membuat kehadirannya dirindukan teman – teman lama, hingga akhirnya terjadi perkelahian yang menyebabkan tangan kanannya terluka karena salah memukul tembok dan akhirnya ia kesulitan untuk mengepalkan tangannya hingga kini.
Semasa SMA, ia menemukan kelompok pertemanan baru yang membawanya menjadi salah satu personil BAH Band (Burn After Hear Band) menjadi penabuh drum, loncat ke vocalis, hingga menjadi gitaris. Popularitas Bah Band terbukti dengan berbagai prestasi dan lagu mereka yang menjadi hits dikalangan remaja, terutama single dengan lirik berbahasa inggris yang diciptakan Budi. Kesuksesannya bersama Bah Band ternyata membuat kehadirannya dirindukan teman – teman lama, hingga akhirnya terjadi perkelahian yang menyebabkan tangan kanannya terluka karena salah memukul tembok dan akhirnya ia kesulitan untuk mengepalkan tangannya hingga kini.
Budi yang
ternyata seorang ketua kelas sewaktu kelas X SMA ini pernah mengalami hal
paling memalukan ketika ia dipecat dihadapan teman – temaannya dan digantikan
begitu saja dengan siswa lain, bukan hanya itu Budi yang awal di juruskan ke
IPS bersikukuh bahwa ia mampu menjadi anak jurusan IPA, Kegigihannya membawa ia
berani menyambangi kepala sekolah dan mengajukan argumentasi bahwa ia mampu
untuk mengikuti program belajar IPA. Hal ini ternyata tak sia – sia ia berhasil
mendapat jurusan IPA keinginannya.
Lama
berselang hingga di akhir masa SMA ia harus bersiap menghadapi ujian Saringan Nasional
Masuk Perguran Tinggi Negeri (SNMPTN) . Budi yang mengambil les tambahan di
Nurul Fikri dan mengikuti SNMPTN itu awal mengincar Universitas Indonesia
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik namun sayang setelah melakukan empat kali tes
usahanya tak membuahkan hasil yang ternyata hal tersebut mampu membuatnya
menangis dipangkuan ibunya. “Bagaimana bisa ia yang sudah berusaha lebih tidak
diterima, sedang seorang teman lainnya yang terkesan tidak niat dapat menembus
PTN sesuai pilihannya”. pikir Budi.
Sampai
akhirnya sang ibu memintanya agar mengikuti Ujian Masuk Politeknik Negeri
Jakarta (UMPN) dan memilih jurusan akuntansi yang tentu berbeda dengan
jurusannya sewaktu SMA. Menuruti saran sang ibu dan mendapat pencerahan dari
guru lesnya, ia pun mencoba UMPN, dan berhasil diterima dengan perjuangan yang
tak mudah tentunya.
PNJ Berbudi
Tak ada yang
tahu akan jadi seperti apa pria yang memiliki motto hidup ‘Biar urakan, sholat
tetap tak tertinggalkan’ ini. Berbekal kisah seorang teman yang sukses
berkuliah di PNJ awalnya Budi hanya bermimpi agar ia bisa pergi ke berbagai
daerah secara gratis, dan fotonya terpampang di baliho kampus, tapi siapa yang
menduga bahwa ia mampu mendapatkan lebih.
Budi yang
mencoba peruntungan menjadi panitia Pemilihan Raya (Pemira) 2011 sepertinya
mulai menemukan jalannya. Menjadi panitia dibeberapa kegiatan ia lakoni hingga
mimpinya yang pertama tercapi. Sekjen FKMPI (Forum Komunikasi Mahasiswa
Politeknik Se-Indonesia) PNJ tertarik pada semangat Budi, dan mengajaknya untuk
mengikuti Munas FKMPI di luar daerah, sampai pada pencalonan dirinya menjadi
ketua BEM 2012 pun mewujudkan mimpinya yang ke dua bukan hanya potongan foto
berukuran kecil yang ada di baliho kampus namun satu baliho penuh itu adalah
miliknya sendiri. Kini entah sudah berapa kali ia ke luar kota dan ada berapa
baliho yang memajang fotonya dibarisan awal, yang pasti hampir semua mimpinya
telah terwujud.
Menjadi
seorang ketua BEM mungkin bukan hal yang dapat diprediksi budi, menang telak
dari lawannya membuat popularitas Budi semakin meroket, jadi wajar saja banyak
mahasiswi yang mengelukan namanya. Selama meangku jabatan menjadi ketua BEM ia
berhasil melakukan lobi politik diantara membawa turun Johan Budi S.P menemui
mahasiswa untuk memberikan keterangan. Ditanya strategi keberhasilan membujuk
juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut ia hanya menjawab “Saya ga ada strategi yang gimana – gimana ya intinya komunikasi lah” .
Penyelenggaraan
Dies Natalies – perayaan HUT PNJ –
adalah salah satu buah percobaan Budi bersama rekannya di BEM Adhi Indra Kusuma
jurusan Teknik Grafika Penerbitan. Ramai dan selalu meriah para mahasiswa
mengenakan jakun dan bekeliling kesetiap jurusan hingga berhenti di lapangan
utama untuk mendengarkan orasi ketua BEM, dan MPM serta mendengarkan hak jawab
Direktur PNJ terhadap tuntutan mahasiswa, sayangnya Budi masih merasa ada yang
kurang dari hiruk pikuk perayaan tersebut “Sayangnya dalam Dies Natalies mereka
hanya sekedar korban semangat aja,
setelah itu lupa.” kegiatan ini diwujudkan Budi dan rekannya bertujuaan agar
para mahasiswa mencintai dan bangga terhadap kampus mereka sendiri.
Budi juga berpendapat
sebagai mahasiswa agar kita dapat bermanfaat bagi lingkungan masyarakat adalah,
kita harus memanfaatkan sarana yang ada di kampus, dan adapun sarana yang
dimaksud adalah berbagai Lembaga Formal Kemahasiswaan seperti MPM, BEM, HMJ,
dll dengan itu semua kita ibarat punya banyak tangan karena kita mampu
melakukan banyak hal, kita bisa membuat desa binaan, melakukan kontrol terhadap
pemerintah, membuat pergerakan, menggalang dana, dan menambah wawasan dengan
kajian. Sekedar ikut kepanitiaan itu juga termasuk bentuk aktualisasi kita
–Mahasiswa– untuk bermanfaat.
Ia
menambahkan karena setiap orang memiliki passion
tersendiri, dan tiap orang memiliki jalur kebermanfaatannya masing – masing,
yang terpenting mahasiswa harus menggunakan fungsi yang tersemat dalam diri
mereka. Bukan hanya sekedar berkuliah lalu pulang, yang sebenarnya memberi
pengajaran lebih adalah di ‘jalan juang’ semuanya memang butuh pengorbanan,
mahasiswa harus berani berkorban jangan egois dan itulah ‘totalitas
perjuangan’.
Budi tidak
bisa dikatakan baru dalam jalur perjuangan, sejak dulu ia terbilang aktif dan
memiliki banyak kegiatan jadi jangan salah berpikir bahwa sikapnya selama ini
adalah efek atau sekedar citra seorang ketua BEM, ia selalu berpesan kepada
rekannya di BEM bahwa sebagai pemuda kita memiliki pedang samurai yang bisa
kita gunakan untuk apa saja, lalu kenapa kita tidak memanfaatkan sampai ke
titik maksimal bukan hanya untuk sekedar memotong bawang. Jangan pula ditanya
soal identitasnya walau dulu begitu mendamba UI, dan IPB tapi kesetiaannya
telah terbukiti perjuangan dan loyalitasna menjadi ketua BEM hingga medekati
akhir masa jabatannya tak pernah ia sia – sia kan walau sibuk menyusun TA
(Tugas Akhir) ia masih sibuk mengurusi dana kemasiswaan yang mandek, mengajak
rekan lainnya mengusut langsung ke kementrian terkait, serta melakukan aksi
dalam rangkan 15 tahun Reformasi.
Hingga di
akhir sesi tanya jawab GEMA dengan Agus Budiyanto, ia memiliki pendapat lain
tentang mahasiswa pasif “It’s their own choice. Mungkin mereka punya cara
sendiri, yang jadi masalah, apakah mereka sudah terlalu nyaman dengan ini
semua? Apakah mereka terlalu egois dengan memikirkan kehidupannya saja? Saya
sih ENGGAK! Dan mudah – mudahan
mereka juga enggak” tuturnya singkat.
Budi yang
akan mengakhiri masa jabatannya ini memang belum sepenuhnya menuntaskan
mimpinya untuk PNJ. Akankah misi ini akan mampu diteruskan dengan pemimpin
mahasiswa yang baru? Entah tapi apapun itu mari kita dukung, dan tak lupa
memberi ucapan selamat bagi pemimpin yang telah berusaha memberikan yang
terbaik bagi para civitas PNJ yaitu Agus Budiyanto.
Naskah : Bunga Padma Putri
Foto : Dok. Budi
Naskah : Bunga Padma Putri
Foto : Dok. Budi
Minggu, 12 Mei 2013
Santai Sejenak di Roti Bakar 88
Menikmati dessert memang sudah sering ditemui
di macam tempat. Tapi kalau sudah membahas roti bakar, wuih... Kalian wajib
banget mampir ke sini!
Roti Bakar 88. Cabang yang
sudah dibangun sejak Januari 2013 di Lenteng Agung ini ternyata cukup asyik
untuk nongkrong sambil menikmati aneka makanan ringan. Ada roti dan pisang
panggang, tape bakar, pancake, burger, plus aneka minuman segar seperti
milkshake atau frappucino. Harganya yang murah meriah membuat acara kumpul dan
nongkrong main asik.
Mau Nobar? Bisa! Roti Bakar 88 menyediakan
tempat untuk Nobar di waktu tertentu. Live music pun tersedia di sini.
Untuk roti bisa dipilih, mulai dari isi selai seperti strawberry, nanas, kacang, hingga cokelat, susu, dan keju. Begitu pula dengan aneka tape, pancake, dan pisang bakar yang ditawarkan dengan isi beragam. Harga termahal di kafe tenda ini dipatok Rp 16.500,00 untuk seporsi omelet dan kentang, sedangkan untuk roti, pisang, dan tape bakar berkisar dari Rp 8000,00 - Rp 13.000,00.
Setangkup roti berukuran sedang dengan jejak gosong di permukaan ini berisikan keju, cokelat meisis, dan susu. Meskipun permukaannya garing, tapi saat digigit roti terasa empuk. Cokelat yang meleleh keluar dan extra topping keju membuatnya tambah enak saja. Menurut si penjual, yang membedakan roti bakar ini adalah roti yang digunakan buatan sendiri dan berdasarkan resep keluarga.
Untuk pancake terdiri dari dua buah crepes yang digulung dengan isi cokelat meisis dan keju. Pancake ini juga diberi extra topping berupa keju dan cokelat diatasnya. Crepes yang lembut ini rasanya boleh juga meski memang tidak begitu istimewa.
Ada paket yang ditawarkan pula di Roti Bakar
88 ini. Paket tersebut dinamakan Happy Hours (Pkl. 15.30-17.30 WIB) yatu paket
roti, indomie, pancake, otak-otak, dan burger/hotdog. Hanya dengan membayar
Rp6000, perut Anda sudah cukup kenyang.
Obrolan yang seru sambil
menikmati si roti bakar tak terasa akan membuat Anda betah duduk berlama-lama. Buka
mulai pukul 15.00 sore sampai 23.00 bikin Roti Bakar 88 jadi tempat hang out
dengan teman dan keluarga yang asyik. Nah, penyuka roti bakar, tunggu apalagi?
Roti Bakar 88
Jalan Lenteng Agung Timur, Jagakarsa-Jakarta
Selatan
Sebrang Universitas Pancasila
Naskah&Foto: Deasy Amalia