(sumber gambar: http://images.detik.com/community/media/visual/2015/11/09/38b4e5d8-22a2-49c3-bc95-025470165ddc_169.jpg?w=350)
Menyambut hari Pahlawan yang
jatuh pada Selasa, 10 November ini, ada banyak kegiatan positif yang bisa
dilakukan. Contohnya mengikuti sejumlah perlombaan, mengikuti suatu kegiatan
sosial, atau mengikuti gerakan nyata lainnya yang dapat membangun serta
meningkatkan jiwa patriotisme pada negeri. Namun, bagi yang belum dapat
berpartisipasi, jangan bersedih dan berkecil hati. Karena ada alternatif lain,
seperti mengenal sejarah dari sosok pahlawan asal tempat kita tinggal. Selain
efektif untuk menumbuhkan kecintaan pada pahlawan tersebut, cara ini juga mampu
membangkitkan rasa bangga dalam diri.
Meski begitu, tidak sedikit warga
yang lupa atau bahkan belum tahu tentang sosok pahlawan zaman dahulu yang
berjasa di lingkungan sekitarnya. Misalnya, pemahaman warga Depok terhadap nama
Jalan Margonda Raya.
Sebagian besar warga atau
orang-orang yang pernah berkunjung ke kota belimbing itu mengenal Margonda
sebagai sebuah jalan besar yang selalu ramai. Bagaimana tidak, Jalan Margonda
Raya adalah jalan utama Kota Depok yang penuh dengan aktivitas sebagian besar
warganya karena terdapat banyak fasilitas yang disediakan untuk umum di sana.
Di antara fasilitas tersebut ada kantor pusat pemerintahan, terminal bus,
stasiun kereta api, rumah sakit, berbagai kampus perguruan tinggi, sekolah,
kantor Polres, perumahan, hotel, berbagai pusat kuliner hingga pusat
perbelanjaan. Singkatnya, pusat Kota Depok ada di jalan ini.
Kira-kira hanya sebatas itu warga
Depok mengenal Jalan Margonda Raya. Padahal jika dikulik lebih dalam lagi, nama
Margonda tidak semata-mata lahir begitu saja. Ada sejarah yang melatarbelakanginya.
Kata Margonda diambil dari nama
pahlawan pada zaman kolonial Belanda, yakni Margonda. Margonda, yang memiliki
nama asli Margana, lahir dan besar di Bogor. Membahas Margonda atau Margana
membawa kita kembali ke masa Revolusi Kemerdekaan Pascaproklamasi tahun 1945.
Margonda adalah seorang pemuda yang gugur dalam pertempuran melawan pasukan
NICA (Nederlands-Indische Civil Administration) di Kalibata, Pancoran Mas,
Depok, pada tanggal 16 November 1945. Beriringan dengan serangan kilat dari
seluruh penjuru mata angin dan dilancarkannya oleh laskar-laskar demi
membebaskan Kota Depok dari pendudukan NICA. Dalam pertempuran tersebut,
Margonda tewas tertembak di bagian dada saat akan melempar granat ke arah musuh
(Wenri Wanhar, 2011: 118-119).
Semasa hidupnya, Margonda
memiliki sahabat dekat, yaitu Ibrahim Adjie dan TB Muslihat. Ibrahim Adjie
selamat dalam pertempuran dan terakhir menjabat sebagai Pangdam Siliwangi,
sedangkan TB Muslihat mengalami nasib yang sama dengan Margonda.
Jejak langkah Margonda dimulai
saat ia menjadi pelajar analis kimia di Balai Penyelidikan Kimia atau Analysten
Cursus milik pemerintah Hindia Belanda yang didirikan oleh Indonesiche
Chemische Vereniging. Lembaga ini bertempat di Bogor. Selanjutnya pada 1940,
Margonda mengikuti pelatihan penerbangan di Luchtvaart Afdeeling, Departemen
Penerbangan Belanda. Namun, pelatihan penerbangan itu tidak berlangsung lama
karena Belanda menyerah tanpa syarat pada Jepang sekaligus menandai berakhirnya
kekuasaan pemerintah Hindia Belanda pada 1942. Saat Jepang menduduki Nusantara,
Margonda tidak terlihat sepak terjangnya.
Namun, eksistensi Margonda
mencuat saat Jepang menyerah kepada Sekutu tahun 1945. Ketika itu, Margonda
mulai aktif dalam gerakan kepemudaan berbentuk laskar-laskar. Margonda, bersama
tokoh-tokoh pemuda lokal di wilayah Bogor dan Depok, mendirikan Angkatan Muda
Republik Indonesia (AMRI) yang bermarkas di Jalan Merdeka, Bogor.
Perpecahan AMRI, karena
anggotanya banyak yang bergabung dengan BKR, Pesindo, KRISS, dan kelompok kecil
sejenis lainnya, membuat AMRI di bawah pimpinan Margonda memiliki usia yang
relatif singkat. Nama Margonda tercatat di Museum Perjuangan Bogor bersama ratusan
pejuang yang gugur.
Dalam situs merdeka.com, sejarawan UI, JJ Rizal, menyatakan tidak mengetahui
jelas alasan pemerintah Bogor menamai jalan utama Kota Depok dengan nama
Margonda. Dahulu Depok adalah kota kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bogor.
Meski kurang jelas, Margonda tetap layak mendapat apresiasi dari warga Depok
karena ia telah gugur demi membela bumi pertiwi ini.
Untuk itu, mari kita ubah
kebiasaan apatis terhadap sejarah yang telah membangun masa kini. Karena bangsa
yang baik adalah bangsa yang tidak lupa pada sejarahnya.
Oleh Putri Lestari
Editor: Fatimah
0 comments:
Posting Komentar