Memaknai hari Raya Idul Adha, seluruh umat muslim merayakannya dengan memotong hewan kuban. Berkurban dilakukan oleh sebagian umat muslim yang mampu dengan menyembelih hewan kurban dan membagikannya ke saudara-saudara yang membutuhkan. Pada hari Idul Adha kita menyembelih hewan tertentu, seperti domba, sapi, atau kerbau guna memenuhi perintah Tuhan.
Makna utama peristiwa kurban adalah kesediaan untuk berkorban sebagaimana ditunjukkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Nabi Ibrahim yang mengorbankan putra Nabi Ismail untuk Allah, kemudian digantikan oleh-Nya dengan domba. Idul Adha dan peristiwa kurban yang setiap tahun dirayakan umat muslim di dunia seharusnya tak lagi dimaknai sebatas prosesnya saja, tetapi juga diletakkan dalam nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, sebagaimana pesan utama dari agama.
ilustrasi: google.com |
Kurban tidak sama dengan korban. Kurban secara harfiah berarti mendekatkan, artinya mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta dan mendekatkan diri kepada sesama manusia, khususnya mereka yang membutuhkan. Dengan berkurban, kita mengingat mereka yang fakir. Bila kita memiliki kenikmatan, kita wajib berbagi kenikmatan itu dengan orang lain. Bila kita puasa, kita akan merasa lapar seperti mereka yang miskin. Ibadah kurban mengajak mereka yang membutuhkan untuk merasakan kenyang seperti kita. Jadi, ada makna sosial dalam ibadah kurban. Bagi yang berkurban berarti mereka telah menumbuhkan solidaritas sosial. Akan sangat luar biasa jika setelah hari raya kurban pun mereka tetap mau berbagi kebahagiaan.
Apa filosofi berkurban? Kenapa yang dikurbankan adalah hewan? Sebenarnya kita sudah seharusnya dapat membunuh atau membuang jauh-jauh sifat kebinatangan dalam diri. Sifat rakus, tamak, dan sifat-sifat kebinatangan lainnya dalam diri harus disembelih dari hati kita.
Kalau kita kaji makna filosofi yang ada pada Idul Adha, kita dapati betapa ‘pengorbanan’ itu merupakan hal yang sangat mendasar dalam kehidupan. Kehidupan ini adalah jihad atau perjuangan, sedangkan setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan. Dengan demikian, sifat berkorban adalah sifat keharusan bagi setiap insan. Sehingga, kesadaran untuk kembali kepada sifat ini merupakan suatu keharusan pula.
Makna filosofi dari ibadah kurban, bisa dilihat dari Nabi Ismail sebagai sesuatu yang sangat dicintai yang jika dianalogikan pada masa kini antara lain, rumah yang megah, uang yang melimpah, perhiasan yang indah, jabatan yang tinggi, atau tanah yang luas. Semua yang ada pada diri kita merupakan titipan dari Allah, yang sewaktu-waktu bisa saja diambil oleh-Nya. Momen kurban ini mengingatkan kita, apakah kita rela mengorbankan semua benda yang kita cintai ini untuk kepentingan di jalan Allah?
Semangat Idul Adha atau jiwa dari ibadah kurban adalah pengorbanan terhadap orang lain yang membutuhkan, bukan sekedar berkurban hewan yang dibagikan kepada fakir miskin. Tujuan dari ibadah ini selain mendekatkan diri dan mencapai ketakwaan kepada Allah, juga mengikis sifat-sifat buruk manusia seperti pelit, kikir, tamak, serakah, dengan mencoba menjadi dermawan, peduli, saling menolong, dan berkasih sayang terhadap sesama.
senyum hewan kurban sebelum disembelih |
oleh: Delia F.
2 comments:
alhamdulillah menambah pandangan saya terhadap kurban terimakasih
Terimakasih postingannya
Posting Komentar