“Jenjang kariernya sebagai seorang grafik disainer ditentukan sejak lulus sekolah. Portofolio menjadi sangat penting karena itu adalah marketing tool untuk kesuksesan seseorang. Portofolio yang baik selalu dihasilkan oleh keringat dengan idealisme disain yang sempurna”
Keyakinan menentukan cita-cita
Sejak dini, pria kelahiran Bandung ini tengah akrab hidup dengan tinta dan grafis. Ia senang membantu usaha percetakan milik keluarga bahkan memilih untuk tinggal di percetakan. Tahap demi tahap dalam proses mencetak dikuasainya dan telah menjadi kesehariannya. Duduk di bangku SMP St. Aloysius, Bandung, jiwa seninya mulai tersalurkan. Mulai dari sastra, disain, fotografi hingga musik dilakukannya. Tidak heran jika nilai keseniannya selalu di atas rata-rata.
Saat SMA, dengan yakin ia memilih jurusan IPS, bukan IPA yang biasanya lebih banyak diminati. Ketika teman-temannya memiliki cita-cita umum seperti insinyur, dokter, pilot, dan sebagainya, anak ketiga dari lima bersaudara ini justru melawan mainstream dengan memilih disainer grafis sebagai cita-citanya yang saat itu masih langka di Indonesia. Keyakinan akan pilihan itu pun dikerjarnya hingga saat ini.
Lulusan California College of the Art ini bekerja di beberapa perusahan yang mempunyai ciri khas berbeda. Dari perusahan arsitektural grafis yang menangani signage, brosur-brosur property, hingga office bulding. Kemudian, ia melangkah ke sebuah perusahaan disain publikasi yang spesalisasinya pada disain buku dan majalah corporate. Terakhir, sebelum kembali ke tanah air di Paul Curtin Design (pendiri Eleven Inc.), ia bekerja di perusahaan yang menangani branding dan advertising.
Baginya desain adalah sebuah proses belajar. Oleh sebab itu, ia tidak pernah berhenti untuk belajar. “Pada waktu kita kuliah, kita belajar dari guru maupun teman-teman kita; pada waktu kerja, kita belajar dari atasan atau bos kita, juga teman kerja kita; dan yang sering orang lupakan kita juga belajar dari klien-klien kita,” ujarnya.
Beliau juga merasa beruntung bisa belajar dari mantan-mantan bos yang memiliki karakteristik yang berbeda. Ada yang disainnya lebih architectural, corporate, dan juga art yang secara tidak langsung memperkaya seleranya. Menurutnya, profesi disain tidak sama dengan seni murni, dan jenjang karir merupakan hal sangat penting untuk dilalui oleh seorang disainer karena ada sebuah proses dalam bekerja yang perlu dipelajari.
Leboye Design
Kata "Leboye" sendiri diadaptasi dari bahasa Perancis, les bons yeux, yang artinya the good eyes. Setibanya di Indonesia, sebelum mendirikan Leboye ia sempat bekerja di sebuah perusahan disain di jakarta. Namun, setelah Ayah dari dua orang anak ini melihat peluang di tahun 90'an ketika perekonomian Indonesia sedang booming, ia menangkap sinyal bahwa akan banyak investor yang masuk dan mendirikan perusahaan di Indonesia, otomatis permintaan pembuatan company profile dan annual report pun menjadi bisnis yang sangat potensial.
Berkantor pertama di kawasan Perdatam Kalibata dengan kondisi yang kurang memadai, semua pekerjaan dilakukannya sendiri. Meski terkadang dibantu seorang tenaga magang. Dengan berpegang pada idealisme disainnya, kualitas karya yang unik Leboye selalu diminati. Klien-klien besar kelas lokal dan international pun berdatangan dan mempercayainya hingga menjadi klien tetapnya sampai sekarang.
"Ada pepatah 'Good Design is a Good Business', tapi bagi kami 'Great Portfolio is a Great Marketing Tool'. Jika kita membuat suatu karya yang baik maka karya tersebut akan memberikan bisnis yang baik untuk kita," ujarnya.
Di tahun 1998, Leboye pindah kantor ke kawasan Kemang, bangunan bergaya tropis moderen karya arsitek ternama, Andra Martin. Jumlah karyawan Leboye yang relatif sedikit berjumlah 23 orang dan jumlah desainer yang hanya 57 orang. Hal itu tetap dipertahankan oleh pria pengkoleksi iklan-ikaln lawas itu karena kunci dibalik kualitas karya Leboye yang outstanding selain dari visi sang owner sendiri juga terletak pada sebuah teamwork yang solid di belakangnya.
Seorang desainer yang baik tidak bisa hanya sekedar mampu membaca selera pasar, tetapi juga harus mempunyai idealisme kuat untuk menginspirasi dan mengedukasi klien. Komunikasi yang dibangun untuk memahami keingingan dan karakter klien serta melibatkannya dalam rangkaian proses disain, merupakan kunci kesuksesan LeBoYe, perusahaan yang tidak pernah mengurangi aspek art dalam mendesain sebuah marketing komunikasi.
“Saya percaya bahwa desain adalah seni komersial, tetapi seni dan kesenian adalah hal yang penting bagi kita manusia yang berbudaya, karena seni membuat kita menjadi lebih hidup, bernilai dan humanis. Tanpa seni, desain grafis tidak lebih dari sebuah sampah marketing,” ungkapnya.
Mendesain dengan Idealisme
Berbicara tentang inspirasi disain seringkali tidak terlepas dari aktivitas sehari-hari. Inspirasi bisa datang dari hal apa saja. Baginya, yang terpenting adalah bagaimana seorang disainer sebagai individu selalu ingin belajar, punya rasa keingintahuan yang tinggi, serta interest dalam banyak aspek dalam kehidupan maka otomatis ide itu akan selalu datang mengalir. Wawasan adalah hal yang sangat penting bagi kita seorang grafik disainer.
"Ada batasan antara karya seorang seniman dengan seorang disainer. Seniman berkarya untuk memuaskan dirinya sendiri, dimana karyanya sebagai ajang pengekspresian diri. Sedangkan desainer, dengan karyanya ia harus bisa memuaskan orang lain/klien, ada target market yang harus dicapainya dalam jangka panjang. Namun, seni juga bukanlah sekedar unsur yang terkandung dalam sebuah karya disain. Lebih dari itu, seni dianggapnya harus mampu membawa manusia menjadi individu-individu yang lebih baik. Pemikiran-pemikiran seperti itu berangkat dari kegemarannya membaca karya sastra filosofis timur sejak usia muda, menjadi acuan berpikir dalam pencarian filosofi disain Hermawan. The end of the day, disain harus bisa menginspirasi banyak orang dan memberi nilai atau value baik," tegasnya.
Perkembangan Disain ke Depan
Menanggapi perkembangan dunia dsain di Indonesia belakangan ini, tentunya ada sisi positif dan negatif. Hal positifnya adalah dimana sekarang desain sudah menjadi bagian gaya hidup masyarakat dan apresiasi juga sudah jauh lebih baik. Masyarakat sudah mulai mengerti bahwa desain itu memiliki daya jual dan mendatangkan nilai tambah yang tinggi.
Sementara sisi negatifnya adalah, dengan pesatnya perkembangan teknologi, kini desain seolah menjadi sesuatu hal yang mudah dan instan. Banyak orang merasa mampu mendesain hanya dengan mengandalkan software dan template desain. Hermawan melihat pada akhirnya kedepannya desain bukan lagi hanya sekedar kegiatan “menggambar” yang tersirat, melainkan desain merupakan sebuah konsep, hasil riset dari pemikiran mendalam, baik itu makna, sistem maupun filosofi yang terkandung.
Tantangan Desainer Indonesia
Negara yang maju adalah negara yang bisa mengapresiasi budaya mereka sendiri. Tapi janganlah kita menyerap atau menelan budaya global begitu saja melainkan bagaimana kita bisa mengemas setiap yang dimiliki dan mengangkatnya ke standar internasional tanpa menghilangkan karakter atau personaliti kita sebagai manusia Indonesia.
Sebagai contohnya, Hermawan menjelaskan dalam proyeknya mem-branding restoran dikawasan Menteng. Sebelum projek berjalan, LeBoYe melakukan riset terlebih dahulu, meninjau lokasi gedung serta meng-interview si pemilik gedung. Ternyata gedung yang bergaya kolonial itu pernah menjadi saksi sejarah sebelum kemerdekaan yang sempat dijadikan tempat pertemuannya Bung Karno. Dari hasil risetnya LeBoYe memberikan sebuah ide nama, “Bungarampai”, yang juga berarti antologi pusparagam.
Sesuai dengan brand-nya yang mengambarkan keragaman dalam suatu kesatuan, Bungarampai menyajikan akan makanan-makanan yang berasal dari seluruh wilayah Nusantara. Kembang yang begitu dekat dengan kita, yang mempunyai tradisi dari lahir, menikah, bahkan meninggal pun dengan kembang. Tentunya kembang pun menjadi tema dari restoran ini. Kata kembang rasanya dekat dengan tembang meskipun artinya berbeda oleh sebab itu ide muncul untuk membuat buku menu yang didesain seperti buku tembang puisi yang mempunyai nada dan sangat puitis. Sesuatu konsep yang sangat sederhana. Kita mencari padupadannya yang ada di Nusantara ini menjadi elemen utama dalam desain itu sendiri.
Kesimpulannya adalah desain yang baik adalah desain yang ada dalam diri kita sendiri dan sering kali kita tidak menyadarinya. Bukan desain yang dibuat-buat atau mengada-ada. Seandainya banyak desainer yang menyadari dan memberi perhatian lebih terhadap hal ini, niscaya suatu saat identitas desain grafis Indonesia itu akan muncul dengan sendirinya.
oleh: Lina Wulandari
Sumber: http://desain.indonesiakreatif.net
0 comments:
Posting Komentar